Senin, 27 November 2017

ISK, Fimosis dan Khitan

Saat itu usia mas A menginjak 7 bulan, sudah 2 kali mas A mengeluhkan merah disekitar p*n*s nya. Kemerahan tersebut tidak disertai ruam, namun setiap kali pi**s ia menangis dan akan hilang keesokan harinya. Gejala tersebut disertai demam dan nafsu makan menurun drastis. Karena keesokannya sudah kembali normal, maka saya pun tidak khawatir, kemungkinan hanya ruam. Namun 2 bulan berjalan berat badan mas A tidak kunjung naik. Saya pun mulai khawatir, kami mengunjungi DSA langganan kami, diagnosa sementara dari DSA kemungkinan mas A terkena ISK (Infeksi Saluran Kencing). ISK yang berulang – ulang menyebabkan fimosis. Fimosis adalah kelainan pada pria yang belum disunat dimana kulup penis melekat kencang pada kepala penis sehingga tidak dapat ditarik ke belakang melewati kepala penis. Dan salah satu efek dari fimosis yaitu susahnya kenaikan berat badan. Selain itu, adanya infeksi menyebabkan tubuh berjuang keras melawan bakteri jahat. Sistem imun tubuh mas, yang masih balita belum cukup kuat, sehingga rentan terkena penyakit. Ia hampir langganan tiap bulan terkena batuk pilek. Namun perlu tes urine untuk mengetahui hasil pemeriksaan pastinya. Karena mas A belum khitan, sehingga dari asuransi kantor tidak menanggung biaya pengobatannya.

Saya pun mulai mendaftarkan keluarga kami ke BPJS Kesehatan. Setelah registrasi dan kartu sudah saya dapatkan. Saya mengunjungi Faskes Tingkat I, kami menjelaskan dan menunjukkan diagnosa dari DSA kepada dokter klinik. Alhamdulillah dokter kliniknya baik banget. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, kami pun dirujuk ke DSA yang bekerja sama dengan BPJS yaitu RSI Al Islam Krian, karena rumah sakit langganan kami tidak menerima BPJS.

Proses administrasi selama pengobatan menggunakan BPJS pun mudah, kami hanya perlu menyetorkan fotokopi Surat Rujuan dari Faskes Tingkat I dan kartu BPJS. Kunjungan kami ke DSA diagnosa nya pun sama yaitu fimosis. Karena RSI Al Islam belum ada Dokter Urologi, maka kami pun dirujuk ke RS Anwar Medika Krian. Pengobatan kami lanjutkan ke RS Anwar Medika. Kunjungan pertama, kami dijelaskan kondisi p*n*s mas A, selain fimosis, ternyata ada bawaan lahir yang menyebabkan kondisi nya berbeda namun masih tahap wajar dan masih normal semua fungsi p*n*s nya. Dokter menawarkan untuk operasi plastik, namun beliau tidak menjamin keberhasilannya. Kami pun menolak untuk dioperasi dan memutuskan untuk khitan saja untuk pengobatan fimosisnya. Hasil tes urine, leukosit mas tinggi menandakan adanya infeksi.

Mas A pun diagendakan untuk khitan, karena masih balita sehingga akan dibius total dan rawat inap. Sesuai jadwal kami datang ke RSAM, setelah proses administrasi rawat inap selesai, mas A segera dibawa ke ruangan inap. Karena khitannya dimulai sesudah maghrib, mas A puasa dahulu selama setengah hari dan selang infus mulai dipasang. Ini pertama kalinya mas A diinfus. Perawat yang akan memasukkan jarum infus nya agak kesulitan sehingga harus diulang sampai 3 kali. Hal tersebut membuat mas A jadi trauma ketika ada perawat atau dokter. Selama proses puasa awalnya baik – baik saja. Setelah ashar, mas A mulai minta ngASI dan nangis kencang. Saya pun mulai membujuknya dengan keliling taman untuk meredakan tangisnya. 

Hari itu jadwal operasi Dokter Urologi sedang padat, kami yang dijadwalkan awalnya setelah maghrib mundur jadi setelah isya’. Mas A berganti pakaian baju operasi. Ketika nama mas A dipanggil, kami pun masuk ke ruangan. Deg degan rasanya. 

Mas A disuntikkan obat bius. Sebelum disuntik, dokter bedah menginfokan, respon setelah dibius biasanya ada yang mendapat halusinasi baik atau sebalinya, halusinasi mengerikan. Biar saya nantinya tidak syok dengan respon biusnya. 

Beberapa menit setelah obat bius masuk ke tubuh mas. Ia tertawa. Alhamdulillah halusinasinya menyenangkan. Proses selanjutnya mas masuk kedalah ruang operasi untuk khitan. Saya dan keluarga menunggu di depan ruangan. Proses khitannya pun cepat, tidak sampai 1 jam saya dipanggil untuk menjaga mas A. Pengaruh obat bius nya mulai hilang, halusinasinya yang didapatkan buruk. Ia meronta, menangis , menarik selang infus, mencopot kabel deteksi denyut jantung. Saya pun mulai kewalahan. Saya meminta tolong perawat untuk memanggil suami. Dan suami yang bergantian menggendong mas A. Sekitar 2-3 jam pengaruh obat bius dan halusinasinya hilang. Setelah kondisi mas A sudah tenang. Mas dibawa kembali ke ruang rawat inap. Dan sesampai di kamar mas tertidur lelap. Keesokan harinya, nafsu makan nya mas mulai kembali. Ia lahap sekali makannya. Dan ia pun beraktivitas seperti biasa namun belum masih belum se-aktif biasanya. Tidak ada keluhan dari mas, hasil tes darah pasca khitan pun, hasilnya normal semua. Ketika dokter visit, mas pun siangnya sudah boleh pulang. Dan kami periksa kembali 1 minggu kemudian.

Alhamdulillah semua proses pemeriksaan dan pengobatan gratis menggunakan BPJS. Karena masih balita, proses pemulihannya pun lebih cepat. 3 hari pasca khitan, mas sudah tengkurap dan aktif seperti biasanya.



Bulan berikut saat timbang, Alhamdulillah berat badan mas naik 1 kg. Semoga bisa segera mengejar ketinggalan berat badan ya mas A. Terima kasih ibuk dan ayah ucapkan, mas A sudah berjuang selama proses khitan ini. We always love you mas.