Selasa, 08 Juli 2014

Balada angkot di Banyuwangi



Publik transportasi yang biasa penduduk Banyuwangi sebut “Lin” atau angkot, animo masyarakat untuk transportasi ini sangat begitu kurang. Karena rute yang dilewati yang menurut saya sangat terbatas, dan kebanyakan rumah warga tersebar ke pelosok – pelosok wilayah banyuwangi yang masih berupa alas sehingga tidak dilewati jalur lin tersebut. Sehingga membuat banyak warga yang memilih sepeda motor sebagai sarana transportasinya.
Jalanan di banyuwangi yang sangat amat lenggang (baca: bebas macet) membuat pengendara di jalanan mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi. Terbukti di depan rumah kos saya yang terletak di pinggir jalan provinsi tepatnya di klatak sering terjadi kecelakaan karena pengendara ngebut.
Seperti yang saya alami kali ini, karena kereta Sritanjung yang saya tumpangi hari ini mengalami keterlambatan sehingga saya sampai banyuwangi jam 21.15. Dari stasiun Banyuwangi baru ke rumah kos, saya naik Lin. Lin yang saya tumpangi kosong penumpang sehingga supir Lin tersebut ngetem lamaa banget untuk mencari penumpang, dan setelah ngetem hampir 1 jam baru dapat 6 penumpang beserta saya. Kali ini supir Lin beruntung mendapatkan penumpang banyak, biasanya jika sudah diatas jam 9 malam untuk Lin yang hendak ke Kota, mendapatkan penumpang 3 orang saja sudah termasuk banyak.
Karena sedikitnya jumlah penumpang, maka tak jarang supir Lin menaikkan harga Lin seenaknya apalagi penumpang yang backpacker an dan berasal dari luar kota. Harga Lin yang telah ditentukan oleh pemerintah Banyuwangi dengan harga tertinggi Rp.4.000 dan untuk anak sekolahan sebesar Rp. 2.000. Namun pada kenyataan di lapangan, jika kita membayar dengan uang Rp. 5.000 pasti tidak diberi kembalian. Dan yang parah nya lagi, pernah suatu ketika ada penumpang dari Jakarta yang dari stasiun Banyuwangi baru hendak ke terminal Banyuwangi, dan masing – masing penumpang ditarik sebesar Rp. 10.000. OMG....!!
Karena sepi penumpang, supir Lin mengendarai dengan kecepatan amat sangat pelan. Ketika saya masih kos di daerah Kota, dengan waktu start yang sama dengan salah satu Lin, kecepatan gowes saya hampir sama dengan kecepatan Lin tersebut. Dan kami sampai di tempat tujuan dengan waktu yang sama.
Ada pengalaman absurb menganai perjalanan saya di Banyuwangi, waktu itu saya hendak berobat ke Rumah Sakit Yasmin, saya berangkat nebeng teman – teman yang rumah nya searah dengan RS Yasmin, saat saya pulang, agak susah mencari Lin, dari RS Yasmin jika beruntung bisa menemukan becak dan waktu itu saya lagi kurang beruntung sehingga saya jalan kaki dari RS Yasmin ke Perempatan Masjid Jami’. Dari Masjid Jami’ untuk ke rumah kos saya harus naik Lin yang arah ke terminal Blambangan dan setelah menunggu lama saya ndak mendapatkan Lin tersebut sehingga saya mencari becak ke terminal (tarif becak sama dengan tarif Lin), setelah dari terminal oper Lin lagi ke arah ketapang dan buset dahh.. ngetemnya lamaa banget. Saya jadi boros waktu, tenaga dan uang. -_-“
Dulu sebelum saya membawa sepeda motor saya ke Banyuwangi, dengan pertimbangan waktu tempuh, lama ngetem Lin dan fleksiblelitas rute Lin, saya memutuskan jika hendak ke Kota gowes menggunakan sepeda ontel saya dan itu terbukti lebih efisien dan lebih hemat. Dan saya sangat bersyukur, karena sekarang sepeda motor saya sudah menemani saya dalam mobilitas kerja dan bejibun aktivitas saya di Banyuwangi sehingga sangat memudahkan saya jika hendak ke tempat – tempat mbolang baru.

Banyuwangi, 7 Juli 2014

22.48

1 komentar:

  1. kemaren hari raya Idul Fitri sy malah ditarik 12 500 rupiah dari Perliman ke Ketapang :(

    BalasHapus