Kamis, 20 Agustus 2015

Dirgahayu Indonesia

Pagi itu, sepeda yang saya tumpangi melaju menuju suatu pasar di daerah wongsorejo. Ini pertama kalinya saya mengendarai sepeda sendirian dengan jarak lebih dari 40 km. Pagi ini, teman - teman Literasi mengadakan upacara bendera bersama warga masyarakat Bongkoran. Saya yang belum hafal jalan menuju Bongkoran, dijemput seorang teman di pasar tersebut. Kami melalui jalan setapak berbatu yang terjal dan belum beraspal, dan luar biasa saya bisa mencapai desa tersebut dengan mengendarai sepeda sendiri.

Perjuangan saya menuju Bongkoran terbayarkan ketika sampai disambut dengan warga dan teman - teman Literasi yang sedang persiapan upacara. Fiuhh, alhamdulilllah nya kami tidak ketinggalan. Upacara sederhana di tanah lapang milik seorang warga, dengan tiang bendera yang didirikan khusus untuk kegiatan ini.Warga sangat antusias mengikuti kegiatan upacara, dengan menggunakan baju sehari - hari tanpa seragam ataupun atribut. Warga yang bermata pencaharian sebagai petani, untuk pertama kalinya mereka mengikuti upacara bendera. Upacara kali ini tidak hanya diikuti oleh warga yang sudah dewasa namun juga anak - anak.


*upacara *

Pemandangan yang berbeda dengan upacara umumnya, inspektur upacara kali ini mengenai capil pak tani, sebagai simbol mata pencaharian mereka. Bapak inspektur memasuki lapangan dan upacara dimulai. Upacara sederhana ini tanpa paduan suara. Saat pengibaran Sang Merah Putih, seluruh peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama - sama. Upacara sederhana yang sangat khidmat, upacara yang dilakukan dari hati dan sampai juga ke hati seluruh peserta. Banyak warga yang sesenggukan mbrebesmili. Indonesia sudah merdeka dari penjajah 70 tahun yang lalu. Masih banyak angka putus sekolah di desa ini. Warga Bongkoran yang masih harus berjuang mempertahankan tanah tempat lahir mereka dari Aparat Sipil (Lahan yang mereka tinggali sedang mengalami konflik dengan Pihak terkait). Untuk menuju jalan raya harus melewati berkilo - kilo jalan setapak bebatuan dengan kanan - kiri pepohonan, saya menyebutnya Bongkoran semacam desa yang terisolasi. Menelisik lagi tentang makna merdeka, sudah merdeka kah warga Indonesia?

*Warga Bongkoran*

*Merah Putih dan generasi pejuang bangsa*


Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan lilin.
Kata ajaib yang menjadi motivasi saya dan teman - teman Literasi untuk bergerak dan mengambil peran nyata untuk Indonesia. Langkah sederhana yang dilakukan dengan hati, inshaa Allah akan sampai ke hati juga hasilnya.

-----

Masih dalam rangka Dirgahayu Indonesia, awal bulan ini kami melakukan pendakian menuju Kawah Ijen. Kami bertemu dengan sekelompok mahasiswa, akhirnya kami meminjam "Indonesia". Sang Merah Putih bukan hanya bendera namun bagi kami itulah bagian penting dari Indonesia. Merah Putih dan Indonesia adalah negeri yang patut diperjuangkan. Secara spontanitas, kami melakukan upacara bendera sederhana dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama.

*upacara*kawah ijen*
*Merah Putih* Pantai Pulau merah*

-----

Dan persembahan sajak dari Gus Mus

Sajak sajak orang kecil, orang besar

Suatu hari yang tak cerah
Di dalam rumah yang gerah
Seorang anak yang lugu
Sedang diwejang ayah-ibunya yang lugu

Ayahnya berkata:
Anakku,
Kau sudah pernah menjadi anak kecil
Janganlah kau nanti menjadi orang kecil!

“Orang kecil kecil perannya kecil perolehannya,” tambah si ibu
“Ya,” lanjut ayahnya
Orang kecil sangat kecil bagiannya, anak kecil masih mendingan
Rengek Ayah dan Ibu berganti-ganti menasehati:

“Ingat, jangan sampai jadi orang kecil
Orang kecil bila ikhlas diperas
Jika diam ditikam
Jika protes dikentes
Jika usil dibedil,”

“Orang kecil jika hidup dipersoalkan
Jika mati tak dipersoalkannya, didengarkan

Suaranya diperhitungkan
Orang kecil tak boleh memperdengarkan rengekan
Suaranya tak suara,”

Sang Ibu wanti-wanti:
“Betul jangan sekali-kali jadi orang kecil
Orang kecil bila jujur ditipu
Jika menipu dijur
Jika bekerja digangguin
Jika mengganggu dikerjain,”

“Lebih baik jadi orang besar
Bagiannya selalu besar.”
“Orang besar jujur-tak jujur makmur
Benar-tak benar dibenarkan
Lalim-tak lalim dibiarkan.”

“Orang besar boleh bicara semaunya
Orang kecil paling jauh dibicarakannya saja.”

“Orang kecil jujur dibilang tolol
Orang besar tolol dibilang jujur
Orang kecil berani dikata kurangajar
Orang besar kurang ajar dibilang berani.”
“Orang kecil mempertahankan hak disebut pembikin onar
Orang besar merampas hak disebut pendekar.”

Si anak terus diam tak berkata-kata
Namun dalam dirinya bertanya-tanya:
“Anak kecil bisa menjadi besar
Tapi mungkinkah orang kecil
Menjadi orang besar?”

Besok entah sampai kapan
si anak terus mencoret-coret
dinding kalbunya sendiri:
“Orang kecil??? Orang besar!!!”

Dirgahayu Indonesia 70 tahun. Merdeka!!