Publik transportasi yang biasa penduduk Banyuwangi sebut
“Lin” atau angkot, animo masyarakat untuk transportasi ini sangat begitu
kurang. Karena rute yang dilewati yang menurut saya sangat terbatas, dan
kebanyakan rumah warga tersebar ke pelosok – pelosok wilayah banyuwangi yang
masih berupa alas sehingga tidak dilewati jalur lin tersebut. Sehingga membuat
banyak warga yang memilih sepeda motor sebagai sarana transportasinya.
Jalanan di banyuwangi yang sangat amat lenggang (baca: bebas
macet) membuat pengendara di jalanan mengendarai kendaraan dengan kecepatan
tinggi. Terbukti di depan rumah kos saya yang terletak di pinggir jalan
provinsi tepatnya di klatak sering terjadi kecelakaan karena pengendara ngebut.
Seperti yang saya alami kali ini, karena kereta Sritanjung
yang saya tumpangi hari ini mengalami keterlambatan sehingga saya sampai
banyuwangi jam 21.15. Dari stasiun Banyuwangi baru ke rumah kos, saya naik Lin.
Lin yang saya tumpangi kosong penumpang sehingga supir Lin tersebut ngetem
lamaa banget untuk mencari penumpang, dan setelah ngetem hampir 1 jam baru
dapat 6 penumpang beserta saya. Kali ini supir Lin beruntung mendapatkan
penumpang banyak, biasanya jika sudah diatas jam 9 malam untuk Lin yang hendak
ke Kota, mendapatkan penumpang 3 orang saja sudah termasuk banyak.
Karena sedikitnya jumlah penumpang, maka tak jarang supir
Lin menaikkan harga Lin seenaknya apalagi penumpang yang backpacker an dan
berasal dari luar kota. Harga Lin yang telah ditentukan oleh pemerintah Banyuwangi
dengan harga tertinggi Rp.4.000 dan untuk anak sekolahan sebesar Rp. 2.000.
Namun pada kenyataan di lapangan, jika kita membayar dengan uang Rp. 5.000
pasti tidak diberi kembalian. Dan yang parah nya lagi, pernah suatu ketika ada
penumpang dari Jakarta yang dari stasiun Banyuwangi baru hendak ke terminal
Banyuwangi, dan masing – masing penumpang ditarik sebesar Rp. 10.000. OMG....!!
Karena sepi penumpang, supir Lin mengendarai dengan
kecepatan amat sangat pelan. Ketika saya masih kos di daerah Kota, dengan waktu
start yang sama dengan salah satu Lin, kecepatan gowes saya hampir sama dengan
kecepatan Lin tersebut. Dan kami sampai di tempat tujuan dengan waktu yang
sama.
Ada pengalaman absurb menganai perjalanan saya di
Banyuwangi, waktu itu saya hendak berobat ke Rumah Sakit Yasmin, saya berangkat
nebeng teman – teman yang rumah nya searah dengan RS Yasmin, saat saya pulang,
agak susah mencari Lin, dari RS Yasmin jika beruntung bisa menemukan becak dan
waktu itu saya lagi kurang beruntung sehingga saya jalan kaki dari RS Yasmin ke
Perempatan Masjid Jami’. Dari Masjid Jami’ untuk ke rumah kos saya harus naik
Lin yang arah ke terminal Blambangan dan setelah menunggu lama saya ndak
mendapatkan Lin tersebut sehingga saya mencari becak ke terminal (tarif becak
sama dengan tarif Lin), setelah dari terminal oper Lin lagi ke arah ketapang
dan buset dahh.. ngetemnya lamaa banget. Saya jadi boros waktu, tenaga dan
uang. -_-“
Dulu sebelum saya membawa sepeda motor saya ke Banyuwangi,
dengan pertimbangan waktu tempuh, lama ngetem Lin dan fleksiblelitas rute Lin,
saya memutuskan jika hendak ke Kota gowes menggunakan sepeda ontel saya dan itu
terbukti lebih efisien dan lebih hemat. Dan saya sangat bersyukur, karena
sekarang sepeda motor saya sudah menemani saya dalam mobilitas kerja dan
bejibun aktivitas saya di Banyuwangi sehingga sangat memudahkan saya jika
hendak ke tempat – tempat mbolang baru.
Banyuwangi, 7 Juli 2014
22.48
kemaren hari raya Idul Fitri sy malah ditarik 12 500 rupiah dari Perliman ke Ketapang :(
BalasHapus