Minggu, 09 November 2014

REPOST: SPN



 SPN #1 : Ta’aruf

MUKADIMAH

Materi ini akan memperkenalkan secara sederhana beberapa hal pra-nikah. Dalam pengaturan Islam, proses pra-nikah juga telah diatur yang disebut dengan proses ta’aruf/perkenalan sebelum lanjut kepada proses khitbah/lamaran :
    [1] Ta’aruf/perkenalan
    [2] Khitbah/lamaran
    [3] Nikah

Terdapat 2 perkara yang tidak main-main dalam proses pernikahan
1.    Lamaran
2.    Cerai

Laki-laki tidak boleh bermain-main perkara lamaran, jika ada laki-laki yang datang kepadamu (perempuan) dan bersenda gurau soal lamaran, tinggalkan!
Kita juga diminta berhati-hati pada syaitan. Syaitan telah bersumpah untuk selalu menggoda manusia tak terkecuali dalam perkara ini. Pada pacaran, syaitan terus menggoda kedua insan tersebut untuk merasa ingin terus bersama, enggan berjauhan satu sama lain, merindu dan memikirkan setiap saat.
Lupa bahwa pekara tersebut telah mendekati zina, zina secara bahasa artinya merusak. Zina bukan hanya soal farji ( sex ), tapi juga meliputi zina mata , hati, pikiran, kaki, tangan, dan lain-lain.
Apabila kedua insan ini menikah, syaitan juga telah bersumpah untuk memisahkan orang-orang yang telah menikah. Dengan cara apapun, melalui kecurigaan dan lain-lain. Apabila syaitan tidak mampu memisahkan keduanya, maka ia akan menggoda melalui anak-anaknya. Maka tidak dipungkiri banyak anak-anak yang melawan kepada orang tuanya, membantah. Dan lain-lain.
Perkara ini menjadi lebih baik apabila sejak awal, kedua insan tersebut melibatkan Allah pada proses pra-nikah dan setelahnya. Bukan justru melibatkan syaitan sebagai pihak ketiga. Dan syaitan terus menggoda melalui hawa nafsu manusia. Semoga kita diselamatkan dari godaan syaitan tersebut.
————————————————————————————————-
TA’ARUF

Islam menawarkan solusi segala masalah,terutama masalah perkenalan seseorang dengan orang yang lain yang memiliki maksud untuk menikah, meskipun pada akhirnya tidak dilanjutkan ke proses selanjutnya. Islam telah memberikan koridor-koridornya sendiri.
Ta’aruf jelas berbeda dengan pacaran. Meski ada beberapa orang yang ingin menyamakannya, hal ini tidak akan bisa.
”Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan diantara kedua-duannya tedapat perkara-perkara syuhbat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.oleh karena itu, barangsiapa menjaga diri dari perkara syuhbat, ia telah memelihara agama dan kehormatannya ….”    ( hadist riwayat Muslim)
Dalam islam, perkara halal dan haram telah jelas, kebenaran itu sudah ada,tinggal manusia ikhlas untuk menerima kebenaran tersebut atau tidak. Atau justru berusaha menolak dengan argumentasi logika yang sebenarnya berasal dari hawa nafsu. Perkara yang jelas tidak boleh/haram tidak akan menjadi halal hanya dikarenakan mengucapkan bismillah atau dengan embel-embel islami.

PRINSIP PERNIKAHAN

Pernikahan pada prinsipnya adalah pemindahan amanah, seorang perempuan yang sebelumnya menjadi amanah Allah kepada orang tuanya, seluruh amanah dan tanggung jawab tersebut berpindah kepada suaminya. Perjanjian pemindahan amanah ini sangatlah kuat. Allah menyebutnya sebagai “mitsaqan ghaliza” , perjanjian yang sangat kuat.
Kata ini hanya dipakai 3x dalam Al Quran untuk 3 perjanjian terkuat yang pernah ada.
1.        Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa (Al Ahzab 33:7)
2.        Allah SWT mengangkat bukit Thur di atas kepala bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia pada Allah (An Nissa 4:154)
3.        Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan (An Nissa 4:21)
Akad nikah/ijab qabul disejajarkan dengan perjanjian antara Allah dan para nabi, sesuatu yang sangat mulia dan sangat berat. Maka celakalah bagi kita yang menganggap remeh urusan pernikahan ini.

CITA DAN REALITA
Pernikahan adalah sebuah realita, sedangkan apa yang sedang kita pikirkan saat ini tentang pernikahan adalah cita-cita. Membayangkan yang indah dan penuh dengan romantisme. Tidak salah, namun kita harus sadar betul bahwa pernikahan pada akhirnya adalah realita dimana didalamnya terdapat hal-hal yang diluar dari cita-cita kita.
Jika kita memiliki cita-cita dan tidak tercapai, tentu kecewa. Maka dari itu,kita harus mempersiapkan segala sesuatunya. Mengharapkan yang indah-indah saja tentu tidak baik, bahwa pernikahan itu satu paket, kebahagiaan dan kesedihan. Tidak bisa diambil salah satunya. Kebanyakan dari kita hanya membayangkan sesuatu yang menyenangkan, romantis, dan lain-lain. Padahal,ada banyak hal lain yang juga harus menjadi perhatian.
Sebab itu diperlukan ilmu untuk menghadapi “realita” tersebut agar cita-cita kita bisa terwujudkan dengan baik dan kita tidak kaget seandainya nant kita bertemu dengan hal-hal yang tidak kita pikirkansebelumnya. Ketika kita punya cita-cita / keinginan, kita harus siap kecewa, ilmu itulah digunakan untuk memenejemen kekecewaan tersebut agar tidak sampai merusak sucinya sebuah pernikahan.
Tentu saja kita harus berilmu sebelum beramal, sebab ilmu adalah pemimpin amalan. Pernikahan bukanlah sekedar mencari kesenangan dan ketenangan, tapi mewujudkan. Sebab ketenangan dan kesenangan itu tidaklah hadir dengan sendirinya, harus diupayakan oleh kedua pasangan. Bekal ilmu sangatlah penting bagi keduanya.

MODAL UTAMA

Modal utama ketika hendak menikah adalah taqwa, baik laki-laki mauapun perempuan. Kadang banyak dari masyarakat melupakan modal utama ini, lebih sibuk menyiapkan modal materi baik harta maupun sesuatu yang bendawi. Dengan ketaqwaan,seseorang akan memiliki keteguhan hati dan keyakinan penuh kepada Allah.
Cinta kepada suaminya tidak ia simpan dalam hati, begitupun sebaliknya. Cintanya kepada harta tidak juga ia simpan di dalam hati. dan lain-lain. Seluruh cintanya ia percayakan kepada Allah. Apabila suatu saat ia harus kehilangan pasangan, harta, dll ditengah mengarungi pernikahan. Keduanya tidak lepas dari tali Allah.
Taqwa juga dapat diartikan mau dihukumi secara Al Quran dan As Sunah, segala sesuatu disandarkan pada keduanya. Kedua insan tersebut melandaskan perjalanan pernikahan pada pedoman tersebut, segala sesuatu selalu dikembalikan kepada Allah, ridha atau tidakkah Allah kepada perbuatannya.

PEMIMPIN ADALAH PELAYAN

Hal ini sudah diterangkan dalam Al Quran, tapi menjadi pertanyaan. Apakah prinsip pemimpin tersebut.
Suami sebagai pemimpin rumah tangga harus sadar betul bahwa secara prinsip, pemimpin adalah pelayan. Pemimpin tidak dilayani,tapi melayani. Hal ini telah dicontohkan dalam kepemimpinan agung para Khilafah dalam memimpin negara.
Suami haruslah melayani istri sebaik-baiknya, memastikan istri memiliki rumah tinggal yang layak, pakaian yang layak, makanan yang cukup, jaminan keamanan dan lain-lain. Pelayan yang baik adalah pemimpin yang baik.
Sayangnya, tidak semua laki-laki yang kelak akan menjadi suami paham betul prinsip dasar kepemimpinan ini. Mereka justru meminta pelayanan dari yang dipimpin.
Jangan sekali-kali laki-laki memimpin dengan kekuatan materi/harta, juga jangan terlalu banyak memerintah. Sesungguhnya perintah itu menyulitkan. Jadilah pemimpin yang mengagumkan. Karena menjadi pemimpin yang dipercaya oleh orang yang dipimpin sangatlah sulit.

PEREMPUAN DAN KEWAJIBAN

Dalam pernikahan, perempuan hanya dituntut oleh 3 kewajiban utama
1.        Menjaga harta dan kehormatan suami
2.       Menyenangkan hati suami
3.        Taat
Logikanya, tidak ada kewajiban bagi istri untuk menyediakan makanan, mencucikan bajunya, dan lain-lain. Pekerjaan rumah tangga tersebut sejatinya adalah pekerjaan suami sebagai salah satu bentuk layanan kepemimpinannya.
Akan tetapi, kita tidak pula terpisahkan dari kebudayaan timur yang telah membentuk pola. Tidak bisa memungkiri bahwa memasakkan masakan yang lezat untuk suami adalah salah satu hal paling romantis di muka bumi.
Atau melakukan pekerjaan rumah tangga adalah kesempatan bersenda gurau yang menyenangkan, berbagi pekerjaan rumah.
Akan tetapi, suami dilarang memerintah apalagi memaksa istri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga , apabila pekerjaan tersebut tidak bisa dikerjakan keduanya, maka suami harus meringankan beban istri dengan menyediakan asisten rumah tangga jika mampu.
Istri cukup melaksanakan 3 kewajiban mendasar tersebut, maka tuntaslah kewajibannya sebagai istri insyaallah solehah.

TUJUAN PERNIKAHAN

Dua insan yang melakukan pernikahan harus paham betul apa tujuan pernikahan mereka. Sebab sejatinya perlu diketahui bahwa tujuan berumah tangga adalah khusnul khatimah. Mencapai khusnul khatimah sangatlah sulit, kita tidak pernah tahu apakah kematian kita dalam keadaan tersebut atau tidak. Dengan tujuan tersebut, maka seluruh aktivitas berumah tangga akan berorientasi kepada ibadah.
Sering pula kita mendengar tentang Keluarga Samara, tapi sedikit sekali yang paham betul apa itu samara :
1.    Sakinah
      ketentraman
2.    Mawadah
      kasih sayang yang membangun semangat duniawi , contohnya karena cintanya seorang laki-laki kepada istrinya, dia menjadi begitu bersemangat bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan istrinya
3.    Warahmah
      kasih sayang yang membangun semangat ibadah, contohnya adalah saling membangunkan tengah malam untuk shalat malam
    ————————————————————————————————
Menikah bukanlah perkara sehari seminggu seperti Ujian Nasional, menikah adalah perkara dunia dan akhirat. Sebab itu diperlukan ilmu yang matang dan kesiapan yang kukuh. Sebab perjanjian yang sangat kuat ini juga diikuti oleh tanggungjawab dan resiko yang sangat berat.
Membahas masalah seperti ini tentu saja bukan perkara “galau” seperti yang banyak remaja olokkan pada temannya. Bangunlah sifat saling mendukung untuk mencari ilmunya kemudian membaginya. InsyaAllah, apa yang kita semua citakan tentang pernikahan akan lebih tertata dengan baik.
Bukan sekedar perkara romantis saja yang dibayangkan, namun siapkan diri kita pula untuk perkara-perkara yang tidak pernah terpikirkan.

SPN#2 bagian 1 : Mengenal Diri dan Pasangan untuk Saling Mengisi

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Quran Surah Al Hujurat Ayat 13
Pada materi SPN #2 ini yang akan dibahas adalah tentang mengenal diri dan pasangan. Pada setiap pernikahan, proses perkenalan sejatinya tidak pernah berhenti ketika selesai akad nikah. Perkenalan pada proses ta’aruf untuk pernikahan hanyalah sebagian kecil saja untuk memantapkan keyakinan kita kepada pilihan jodoh kita yang nantinya harus kita terima segala sifat kelebihan dan kekurangannya,sebab sejatinya sepanjang usia pernikahan itu pula terjadi proses perkenalan setiap hari.

MANUSIAWI

Seperti yang telah Allah tandakan pada surat Al Hujurat diatas, ayat tersebut dimulai dengan kata “Yaa Ayyuhannas" ( hai manusia ) , bukan "Yaa Ayyuhalladzina amanu” ( hai orang-orang yang beriman ) seperti pada perintah puasa, dll. Lantas apakah tanda dari Allah tersebut.
Ketika kita akan mengenal seseorang, gunakanlah pendekatan manusiawi. Bukan langsung pendekatan imani. Pahami manusia sebagai manusia.
Hal ini akan membuka cakrawala pikiran kita tentang seseorang menjadi lebih bijaksana. Kita tidak langsung menghakimi dia beriman atau tidak beriman. Tidak serta merta sebab dia tidak berjilbab dia kita hakimi manusia yang buruk. Atau sebab dia merokok dia adalah manusia yang tercela.
Jika kita langsung menggunakan pendekatan imani, yang ada adalah justru menghakimi secara sepihak. Sebab kita lihat ia tidak jarang langsung kita nilai kafir tanpa kita mengetahui lebih jauh mengapa sampai dia meninggalkan shalat. Sebab dia masih berkerudung tidak menutup dada lantas kita hakimi tidak syar’i, tanpa melihat dari sisi yang lain.
Kenalilah manusia secara manusiawi.
Allah mengisyaratkan dalam peristiwa turunnya Al Quran melalui periode Makkah dan periode Madinah, pada periode Makkah kebanyakan ayat menggunakan awalan “yaa ayuhannas”, dan pada periode madinah menggunakan “yaa ayuhalladzina amanu”
Allah dengan Al Qurannya berusaha menyampaikan pada awal mula islam secara manusiawi, pendekatan manusia. Sebab Allah paham bagaimana manusia, lantas ketika islam telah kokoh, barulah pendekatan iman yang digunakan.
Sama saat kita berusaha mengenal pasangan kita, pahamilah dia dengan cara yang lembut. Jangan karena dia tidak shalat dhuha lantas kita anggap tidak baik. Jangan karena dia tidak pernah puasa sunah, kita anggap kurang beriman. Saat kita mampu mengenal seseorang secara manusiawi, kita akan banyak “maaf”. Kita akan mampu memaafkan kesalahan dan kekhilafannya.
Orang yang beriman tapi kehilangan kemanusiaan akan cenderung lebih kaku, kaku dalam bergaul dengan orang yang dianggap tidak “ikhwani” atau “akhwati”. Sulit berbicara dengan baik kepada orang lain sebab terkungkung dengan dimensi tentang standar “keimanan” tanpa melihat sisi kemanusiaan.
Allah lebih Mengenal dan Dia Maha Mengenal.

MENGENAL, BUKAN MENILAI

Kita diperintahkan Allah untuk saling mengenal bukan saling menilai, sayangnya kebanyakan dari kita saat ini adalah yang terjadi adalah saling menilai. Lihat surat Al Hujurat tadi, tidak ada perintah untuk menilai.
Mulailah mengenal seseorang dengan tidak menilai, menilai dia baik atau buruk, dia cantik atau jelek, dsb. Kenalilah apa adanya. Bahkan proposal ta’aruf yang sering kita “singgung” itu tujuannya agar calon pasangan kita mengenal, proposal tersebut bukan untuk dinilai.
Serahkan segala penilaian tentang pantas dan tidak pantas, baik dan tidak baik hanya kepada Allah. Kita hanya diperintahkan untuk saling mengenal. Terus menerus untuk mengenal. Penilaian justru membuat kita semakin jauh dari jodoh. Nilai-nilai yang kita berikan kepadanya justru membuat kita sendiri semakin tidak yakin dengannya.
Sebab jika kita menilai, lebih sering keluar unsur “subjektif” dan keinginan-keinginan kita, menilai calon kita tidak baik hanya karena hapalan qurannya payah dan sedikit dan mengabaikan kebaikan-kebaikan lain seperti sifat tanggung jawabnya, kebaikan kepada orang tuanya, penyayangnya kepada anak anak dan orang miskin, dll.

SISI PERSAMAAN

Dalam mengenal pertama kali, lihatlah sisi persamaannya. Bukan sisi perbedaan. Kita harus pahama bahwa sejatinya kita berasal dari sumber yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Pastilah manusia memiliki banyak persamaan.
Orang menjadi sulit berjodoh karena lebih sibuk melihat pada sisi perbedaan, pada kriteria-kriteria yang ia buat dan tidak terpenuhi oleh calon tersebut. Sisi ketidakcocokan tersebut justru menjauhkan kita dari jodoh. Sekali lagi, yang diminta oleh Allah adalah perkenalan ,bukan penilaian. Ketika kita sudah menilai bahwa orang tersebut tidak cocok dengan kita sebab aneka kriteria atau kekurangan dia, kita telah menjauhkan jodoh kita sendiri.

2 UNSUR

Setiap orang, baik laki-laki perempuan selalu berasal dari laki-laki dan perempuan ( ayah dan ibu ). Kita harus sadar penuh bahwa sejatinya di dalam diri kita ini terdapat kedua unsur tersebut. Saya sebagai laki-laki ,selain unsur laki-laki juga memiliki unsur perempuan yang diturunkan oleh ibu, dan perempuan juga memiliki unsur laki-laki dari ayah.
Kita sering dihadapkan pada pernyataan bahwa, “Sangan sulit memahami perempuan” atau sebaliknya. Sebenarnya tidak dan kuncinya sangat sederhana.
Pahamilah dimensi diri kita sendiri, saya sebagai laki-laki harus menggali sisi perempuan/feminim saya yang diberikan oleh ibu. Kenali ia maka saya akan mempu memahami perempuan. Perempuan pun begitu, kenalilah unsur  maskulinitas yang ada dalam dirinya.
Seorang laki-laki yang sulit memahami perempuan, kasar, dsb mungkin tidak pernah menggali dan memahami sisi feminim yang ada di dalam dirinya. Tidak pernah belajar untuk lemah lembut dan penyayang yang kita ketahui kedua sifat itu adalah sifat alami dari perempuan.
Sisi lain dari diri kita itulah yang sejatinya menjadi jembatan untuk memahami pasangan kita.

JENIS KELAMIN

Pada Quran surat Al Hujurat diatas, dikatakan bahwa kita telah diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan itu FIX , tidak bisa diubah. Itu merupakan permberian, pada ayat tersebut menggunakan kata “kholaqnakum”. Diksi tersebut membuat kita tidak bisa memungkiri bahwa kita memang diciptakan terbagi dan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan.
Dan kita juga sebenarnya paham, bahwa sejak dulu hingga masa sekarang, laki-laki dan perempuan itu tetap-tetap saja seperti ini.
Tipikal laki-laki itu perkasa, fokus, logis, dsb
dan perempuan itu perasa, penyayang, lemah lembut, dsb
Sejatinya sifat-sifat seperti itu tidak pernah berubah dari waktu-kewaktu. Lantas mengapa kita kesulitan mengenal pasangan kita. Kita bisa belajar dari waktu kewaktu, laki-laki itu seperti apa,dan perempuan itu seperti apa. Sebab semua itu nyaris tetap :)
Perempuan akan selalu perasa, dan laki-laki akan selalu lebih logis. Jika kita ( laki-laki ) menuntut perempuan untuk lebih logis, kita telah mendzolimi fitrah perempuan.
Pada bahasan sebelumnya, untuk memahami seseorang , pahamilah dimensi kita masing-masing. Laki-laki memahami sisi feminim dalam dirinya, dan perempuan pahami sisi maskulin dalam dirinya. Kemudian setelah kita mengenalnya, munculkanlah sifat maaf dan pengertian.
Karena kita harus memaafkan apabila istri kita sangat perasa, atau suami kita keras kepala. Sebab sejak jaman dahulu, sifat-sifat tipikal tersebut nyaris tidak berubah.

DINAMIKA KULTURAL

Allah telah mengatakan dalam surat Al Hujurat diatas bahwa kita memang dijadikan berbangsa dan bersuku agar saling mengenal. Bukan bermaksud rasis, tapi memang Allah sendiri telah menjadikan kita berbangsa dan bersuku. Artinya pengenalan tersebut tidak hanya antara individu kepada individu. Orang jawa kepada orang sunda, orang sunda kepada orang minang, dan lain-lain. Tapi secara menyeluruh. Adat istiadat yang terkandung dalam khasanah kesukuannya/kebangsaannya.
Jika pasangan kita orang Minang, kita harus paham bagaimana budaya dan kebiasaanya. Kita tidak bisa selalu mengacu pada persepsi orang kebanyakan, misal orang batak itu kasar-kasar, perempuan jawa itu halus-halus perangainya, belum tentu.
Kita harus mengenal betul bagaimana adat-istiadat ( selama tidak bertentangan dengan agama ) yang telah membentuk pola pada pasangan kita. Baik pola hidup maupun pola pemikiran.

 SPN#2 bagian 2 : Mengenal

Materi : Mengenal Diri Sendiri dan Mengenal Pasangan
Lanjutan tulisan sebelumnya, setelah kita memahami hakikat perkenalan. Mari kita bertamasya untuk mengenal diri kita sendiri.
Mengenal diri sendiri adalah proses yang lebih sulit daripada mengenal pasangan. Jika kita ibaratkan pasangan adalah musuh dalam peperangan, sejatinya musuh tersebut jauh lebih mengenal kita daripada siapapun.
Kadang kita asing terhadap diri kita sendiri, atau sengaja membunuh diri kita sendiri demi “penilaian” manusia kebanyakan.

PERSEPSI SALAH

Ada satu kesalah persepsi selama ini tentang pernyataan bahwa : Aku adalah orang yang paling tahu siapa diriku
Sama sekali tidak, kita tidak pernah sungguh mengetahui kelemahan kita,potensi kita, dll. Maka bertanyalah kepada orang lain, tentang bagaimana kita. Jika kita ingin tahu kelemahan kita tanyalah pada musuh kita.
Kemudian bertanyalah kepada Allah. Mungkin Allah akan menunjukkan siapa kita melalui perantara orang lain.
Ingatlah selalu Allah, dengan begitu Allah akan mengingatkan kita tentang diri kita sendiri.
"Barangsiapa seseorang yang lupa kepada Allah, Allah akan menjadikan ia lupa pada dirinya sendiri"
Ketika kita ingin mengenal diri kita sendiri, maka kita harus mengenal Tuhan kita.

KENALI COBAAN DARI ALLAH

Sejatinya cobaan adalah salah satu tes untuk meningkatkan derajat kita, semakin berat cobaan kita, berarti semakin besar kapasitas yang kita miliki. Sebab telah kita pahami bahwa Allah tidak akan membebankan sesuatu diluar batas kemampuan kita.
Kita pahami dan kenali cobaan dari Allah, jika cobaan kita berupa wajah kurang rupawan. Allah paham bahwa kita adalah orang yang mampu menerima keberadaan tersebut dibandingkan orang lain. Jika cobaan kita berupa materi, kaya atau miskin, Allah paham bahwa kita pasti mampu melewatinya. Jika cobaan kita berupa fisik, berat badan, kekurusan, dll. Sesungguhnya Allah paham, kita adalah orang yang mampu melampaui cobaan tersebut.
Kenali diri kita melalui cobaan yang diberikan oleh Allah kepada kita.

BERCERMIN KE ALAM

Alam adalah tempat dimana kita bisa menjadi diri kita sendiri. Jika kita berada di sekolah, diruang kerja, di tempat umum. Kita dibatasi oleh aturan-aturan non fisik yang membuat kita bergerak terbatas. Kita tidak bisa kentut sebarangan, teriak-teriak, dan sifat-sifat liar lain yang kita miliki.
Maka sesekali naiklah gunung, lakukankan perjalanan menyusuri alam, dan perjalanan lain. Kita akan kenal diri kita sendiri. Apakah kita pelit, apakah kita suka seenaknya, apakah kita bertanggungjawab, dan lain-lain akan muncul dengan sendirinya ketika kita berada di alam bebas.
Tidak terhalang oleh tembok dan aturan masyarakat. Kita dituntut untuk bijaksana ketika berada di alam dengan sifat kita masing-masing.

 BERCERMIN KE PASANGAN

Jika setelah menikah nanti, pasangan adalah cerminan paling tepat terhadap diri kita. Jika istri kita tidak patuh, mungkin kita ( laki-laki ) harus introspeksi, apakah kita patuh kepada Allah aatau tidak.
Pasangan adalah selimut kita, orang yang menutupi keburukan kita, dan sebagainya.
Jika Allah telah menakdirkan kita kepada seseorang, berarti memang orang tersebutlah yang memiliki kriteria yang sama dengan kita menurut Allah.

MENGENAL PASANGAN

Pada bahasan mengenal pasangan, sejatinya mirip dengan uraian pada  bagian 1 dan bagian mengenal diri sendiri.
Sejatinya apa yang ada di dalam diri kita berpasangan dengan apa yang ada di dalam diri pasangan kita. Tentu saja konteks pasangan yang dibahas sejak tadi adalah pernikahan, bukan aktivitas pacaran.

 SPN #2 bagian 3 : Rumah Tangga adalah Sekolah

Rumah Tangga itu adalah sekolah, sekolah yang baik adalah tempat dimana memperbaiki yang buruk menjadi baik, memperbaiki yang salah menjadi benar, mengharmoniskan yang belum harmonis, dan sebagainya.
Ketika kita akan menikah, jangan pernah berpikir sedikitpun bahwa kita menerima pasangan kita telah baik. Menerima jadi ! Menikah bukanlah menerima orang yang “telah jadi” dan siap digunakan.
Jadi pastilah dalam rumah tangga kita akan mendapati kekurangan dan hal-hal lain yang dirasa mengganggu hati. Tapi seperti pada kalimat pembuka, kita harus paham bahwa sejatinya rumah tangga adalah sebuah sekolah.
Kita harus mampu saling memperbaiki apa yang salah baik pada diri kita atau pasangan kita. Proses belajar itu tidak akan berhenti pada satu tahun atau dua tahun masa pernikahan, tapi seumur hidup.
Jika kita berpikir bahwa menikah adalah menerima pasangan yang “telah jadi” , “ready for use” bahasa gaulnya. Pasangan yang memenuhi segala kriteria yang kita buat. Kita akan dihadapkan pada kekecewaan nantinya apabila kita menemui ada hal yang tidak cocok dengan “selera” kita.
Orang tua dalam mendidik anaknya untuk menjadi calon istri/suami hanya mampu mempersiapkan sampai pada tahap “calon yang baik”. Maka ketika kita berharap memperoleh istri/suami yang baik, maka itulah tugas kita.
Mengutip kata M.Faudzil Adhim dalam buku “Saatnya untuk Menikah”
"Cara untuk menjadi istri yang baik , hanyalah melalui suami. Cara untuk menjadi suami terbaik, hanyalah melalui istri"
Tidak ada cara lain,apalagi via pacaran. Sebab pacaran hanya mengajarkan bagaimana menjadi pacar yang baik. Bukan suami/istri yang baik. Padahal pun pacaran itu sebenarnya tidak ada baiknya.
Beberapa waktu yang lalu saya menemukan kalimat yang baik oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman
“Dan tempat yang paling baik untuk menimba ilmu bagi wanita adalah seorang suami yang shalih, penuntut ilmu dan bertaqwa kepada Allah.”
Suami adalah madrasah bagi istri, dan istri/ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya. Bingkai Rumah Tangga adalah lembaga yang melingkupi kesemua itu.
Rumah tangga adalah tempat dimana proses pengenalan, pembelajaran, dan perbaikan yang tidak pernah berhenti.

SPN#2 bagian 4 : Aku Untuknya - Dia Untukku

Allah lah yang menetapkan, apapun dia - apapun aku, bagiamanapun aku - bagaimanapun dia, siapapun aku - siapapun dia , mengapakan aku - mengapakan dia
Pertanyaan-pertanyaan diluar nalar dan jangkauan manusia semuanya habis di telan oleh fakta bahwa Allahlah yang memiliki keputusan akhirnya.
Nikah bukanlah kontrak sosial masyarakat, nikah adalah ketetapan dari Allah bahkan sejak manusia belum dilahirkan. Ini diisyaratkan melalui kalimat ijab qabul pada pernikahan.
"Telah aku nikahkan … ."
dan kemudian dijawab
"Telah saya terima nikahnya … ."
Penggunaan kalimat masa lampau ( past tense ) pada ijab qabul bukanlah sesuatu yang kebetulan. Tapi sengaja. Sebagai tanda bahwa sejatinya kita telah dinikahkan oleh Allah kepada seseorang melalui ketetapan yang jauh-jauh hari sudah dibuat di Lauhul Mahfuz.
Ijab Qabul adalah proses formalisasi keputusan Allah tersebut di dunia, sebagai tanda bahwa kita telah terikat oleh perjanjian terkuat ( mitsaqan ghaliza - lihat bahasan pada SPN#1 ) dan sebagai tanda bahwa Allah tidak pernah salah menetapkan.
Jodoh adalah rejeki dan sama seperti dengan rejeki yang lain, ia harus diusahakan.
Dalam islam, tidak dikenal yang namanya “Salah Jodoh” , lantas bagaimana bila ada perceraian. Berarti usia jodohnya keduanya tidaklah lama. Bukan begitu ?
Kita juga harus memperbaiki persepsi kita, bahwa Allah sendiri telah mengisyaratkan dalam Al Quran yang mulia. Bahwa jodoh ditetapkan bukan antara si A dan si B. Bukan Kurniawan Gunadi dengan si Fulan. Tapi pasangan karakter.
"Perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, dan sebaliknya. Perempuan pezina untuk laki-laki pezina dan sebaliknya"( lihat surat An Nur ayat 3 dan ayat 26 )
Makanya kita jangan pernah berputus asa, sebab yang Allah jodohkan adalah karakter. Makanya kita dituntut untuk terus memperbaiki kualitas diri agar Allah menjodohkan kita dengan orang yang baik-baik dan setara dengan kualitas diri kita.
Jodoh bukan lah tentang nama orang , namamu dan namanya. Tapi kualitasmu dengan kualitas seseorang.
Tentu saja kita akan menjumpai beberapa Anomali, seperti istri Firaun yang beriman mengapa bisa bersuamikan Firaun? Atau justru istri Nabi Nuh a.s yang membangkang, padahal kurang apalagi coba dia telah bersuamikan seorang Nabi yang mulia tapi dia sama sekali tidak memperoleh kemuliaan tersebut. Allah lebih mengetahui, tapi kita bisa belajar begitu banyak.
Allah menjodohkan kita kepada seseorang berdasarkan pada kualitas kita, kualitas secara total. Baik keimanan, dll. Bukan aspek kualitas secara parsial. Jika kita melihat pasangan kita nanti nya memiliki kekurangan pada suatu hal, pasti dia memiliki kelebihan di hal yang lain. Seperti itulah.
Kita tidak bisa dengan mudah menhakimi seseorang itu “tidak baik” hanya karena ia tidak berkerudung. Sebab itu hanyalah salah satu bagian “kekurangan” jika kamu mengganggap itu sebuah kekurangan. Tapi jika kamu mengguggurkan seluruh kebaikan lainnya yang ada pada dirinya hanya karena ia tidak berkerudung. Sungguh Allah lebih mengetahui yang tersembunyi.
Tidak berkerudung memang salah dan tidak menaati syariat, tapi kita tidak dibenarkan untuk menilai. Allahlah yang Maha Menilai.
Kelebihan yang kita memiliki akan melengkapi kekurangannya. Dan kekurangan yang kita miliki akan ditutupi dengan kelebihannya.

 SPN #3 : Motivasi MenikaH


Jika kita menarik secara general bahwa umur manusia itu cuma 65 tahun dan manusia menikah pada usia 25 tahun, maka manusia menghabiskan 40 tahun sisa umurnya dengan pernikahan.
Maka dengan logika yang sangat sederhana tersebut, lebih dari setengah usia hidup dihabiskan dalam sebuah hubungan, siapa yang tidak mempersiapkannya dengan baik bisa jadi membuat 40 tahun tersebut menjadi waktu-waktu yang sia-sia, tidak bahagia, tidak menarik, dan sebagainya.
Persiapan pernikahan bukanlah sekedar walimahan dan pesta pora, lebih penting dari itu adalah ilmu, ilmu yang akan digunakan untuk mengarungi 40 tahun sisa umur manusia.

MOTIVASI

Setiap hal memiliki asalan yang mendorong terjadinya hal tersebut, tak terkecuali pernikahan. Setiap orang memiliki alasan tersendiri yang mendorongnya untuk menikah. Islam sebagai agama penyempurna memberikan koridor yang terang terhadap alasan-alasan tersebut.
Islam mengharamkan pernikahan dengan alasan yang buruk, misal laki-laki ingin menguasai harta perempuan, dan lain-lain.
Islam bahkan menjadikan pernikahan wajib hukumnya bagi seseorang yang telah mampu dan khawatir terjerumus ke perbuatan zina.
Ketika kita ingin menikah, kita harus menyelidiki diri kita sendiri, apakah motivasi kita sudah benar menurut islam ?
Menikah bukanlah balap mobil, berlomba-lomba untuk yang tercepat menikah. Menikah adalah amanah, niatkahlah pernikahan dengan niat yang baik. Maka Allah akan memberikan “amanah” tersebut diwaktu yang tepat.

MASA PERSIAPAN

Persiapan menikah meliputi persiapan ruhiyah dan jasmaniyah. Kita memperbaiki kualitas diri termasuk dalam persiapan ruhiyah. Mempersiapkan mental sebaik mungkin, mempersiapkan bekal ilmu yang cukup, Dan lain-lain.
Pada masa persiapan, kita juga dihadapkan pada aneka pilihan dalam wujud lahiriah, berupa umur, rupa, kesehatan, dsb. Meski kita tidak pernah tahu dengan siapa kita berjodoh, tapi kita selalu bisa mengusahannya.
Misal kita ingin pasangan kita lebih tua atau lebih muda 5 tahun dari kita, kita bisa mencarinya. Kita diberikan pengetahuan bahwa perempuan secara biologis lebih cepat menua baik secara fisik maupun psikis daripada laki-laki, sebab itu pula laki-laki disarankan mencari perempuan yang lebih muda darinya. Ini adalah saran-saran masa kini yang tentu saja tidak ada salahnya dipertimbangkan.
Perkara nanti jodoh bagaimana, itu urusan Allah.
Selain itu, persiapan lahirian bisa juga berupa persiapan secara materi. Meski rejeki sungguh urusan Allah, tapi seseorang yang mampu mempersiapkan kesiapan materi yang baik tentu akan lebih “pede” dan “yakin” dalam menatap masa depan pernikahanya. Laki-laki sebagai pemberi nafkah nantinya bisa dilihat kesiapannya dalam tanggungjawabnya dalam keseriusanya mempersiapkan hari esok setelah ijab kabul.
Asal kita harus selalu berpegang teguh, tidak menjadikan kesiapan materi sebagai indikator utama , itu hanya menjadi salah satu faktor kecil sebuah keseriusan. Dan tidak pula menjadikannya alasan untuk menunda-nunda pernikahan.

MEMPERSIAPKAN

Agar kita tidak mudah tergoda oleh laki-laki/perempuan lain ketika sudah menikah caranya mudah, dari sekarang carilah yang paling baik.
Paling baik menurut siapa ? Allah tentu saja.
Bagaimana mengetahuinya? caranya lihat diri kita sendiri, sudah sebaik apa.
Seperti telah diuraikan pada materi SPN sebelumnya, bahwa jodoh adalah perkara kualitas. Sekiranya kita telah memperoleh yang terbaik dan percaya penuh bahwa yang kita peroleh adalah memang yang terbaik. Inshaallah kita tidak akan mudah tergoda oleh yang lain ketika telah menikah.
Sebagaimana prolog diatas, bahwa kita akan menghabiskan lebih dari separuh hidup kita dalam ikatan pernikahan. Kita, sebagai generasi yang ditakdirkan masih lajang hingga hari ini, sediakanlah waktu untuk terus belajar tentang ilmu pernikahan. Pernikahan adalah perkara dunia dan akhirat. Ilmu untuk mengarunginya pun meliputi ilmu dunia dan ilmu akhirat (agama).
Perbaiki niat (motivasi) agar Allah memberikan petunjuk yang lurus, segala sesuatu sungguh bergantung pada niat. Dan ujian terberat bagi niat adalah komitmen akan niat tersebut. Semoga Allah menjaga niat kita tetap pada mulanya. Bahwa pernikahan adalah semata-mata jalan menuju keridhoan Allah.

 SPN #4 : Seks dan Kesehatan Reproduksi

pertama tama kita harus percaya penuh bahwa Islam adalah agama penyempurna dari agama-agama langit sebelumnya. Pengaturan Islam meliputi seluruh alam semesta tanpa terkecuali hubungan seks.
Islam dengan bahasanya yang mulia memberikan rambu-rambu yang sangat jelas tentang hal ini. Kita juga harus mengetahui, bahwa dalam agama yang saat ini ada di dunia, hanya ada dua agama yang mengatur tentang seks didalamnya. Islam adalah salah satunya.
Seks bukanlah perkara tabu, ia menjadi tabu ketika tidak diletakankan pada  porsi dan bahasan yang tepat. Pernikahan tidak akan pernah lepas dari perkara seks, seks adalah salah satu bagian dari indahnya pernikahan. Keberadaan anak nantinya pun dimulai dari hal ini.
Islam memberikan jalan terbaik untuk menyalurkan hasrat seks yaitu dengan pernikahan, seks menjadi halal bahkan berpahala dengan jalan pernikahan. Lantas untuk apa “bermain” haram jika yang halal justru telah jelas dan dipermudah ?

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang diciptakan berbeda. Ada sebuah keindahan pengaturan islam tentang laki-laki dan perempuan mengenai seks.
Resiko perempuan dalam berhubungan seks itu 99% , sedang 1% risikonya milik laki-laki yang paling tinggi “cuma” penyakit kelamin.
99% nya itu meliputi rusaknya selaput dara, hamil, pusing, mual, dan sebagainya. Tapi 99% risiko tersebut dijamin dengan sesuatu yang sangat mulia. Surga.
Seorang perempuan yang mengandung dan melahirkan kemudian ia meninggal, nilainya sama dengan seorang yang syahid. Dan ganjarannya adalah surga. Laki-laki sama sekali tidak mendapatkan apa-apa dalam hal ini.
Itulah islam dengan pengaturannya. Sesuatu yang begitu berat memiliki ganjaran yang sangat agung.

ISTRI ADALAH LADANG BAGI SUAMI

Salah satu keindahan Al Quran ketika membahas tentang hubungan suami istri dapa dilihat dalam ayat berikut
"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman."(al-Baqarah: 223)
Jika kita telurusi sebab-sebab ayat ini turun, tidak lepas juga dari pekara hubungan suami-istri. Islam telah memberikan rambu-rambu yang jelas.
Seorang perempuan (istri) secara biologis memang dipersiapakan untuk selalu siap. Sebab itu pula diturunkan larangan untuk melakukan hubungan ketika haid. Sebab nanti menimbulkan penyakit dsb, tapi masih dibolehkan melakukan kemesraan ( tidak berhubungan badan di wilayah farji ), hal itu tetap siap dilakukan oleh perempuan.
Islam menggambarkannya sebagai “ladang”, sedang peladang tentu tidak setiap hari bercocok tanam di ladangnya, ada masa-masa menanam, ada masa-masa merawat, dan ada masa-masa memetik hasil tanamnya.
Semua itu sungguh dibahasakan dengan bahasa yang sangat baik dan kiasan yang paling tepat.

BELAJAR TENTANG SEKS BUKAN BELAJAR PERKARA HARAM

Ada mindset bahwa belajar tentang seks adalah perkara yang memalukan, menjijikan. Ini adalah anggapan yang keliru.
Seperti telah diuraikan pada materi SPN sebelumnya, pernikahan itu membutuhkan persiapan, ilmu dunia dan ilmu akhirat (agama).
Seks itu ada ilmunya, baik ilmu dunianya (seksologi) dan ilmu agamanya. Untuk memiliki anak yang baik kita diperintahkan untuk berdoa dahulu sebalum melakukan bahkan doanya pun diajarkan.
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya” (HR. Bukhari no. 6388 dan Muslim no. 1434)
Keharmonisan hubungan seorang suami dan istri pun tidak terlepas dari perkara ini (seks), mempelajari sifat-sifat biologis pasangan juga memiliki caranya, ilmunya jelas dipelajari sebelum menikah, namun prakteknya hanya bisa dilakukan setelah menikah.
Ketika kita belajar tentang sebuah ilmu, kita tentu saja tidak serta merta langsung bisa mengaplikasikan ilmu tersebut, ada masa dan kondisi dimana kita bisa nantinya dapat mengaplikasikannya.
Kita kuliah/sekolah saat ini pun sebagai persiapan, kita belum bisa mengaplikasikan ilmunya saat ini. Sama ketika kita belajar tentang seksologi dari sisi ilmu dunia dan ilmu agama.

KESEHATAN REPRODUKSI

Untuk mempersiapkan keturuan yang sehat kita harus belajar untuk mempersiapkan dengan sehat organ reproduksi. Baik laki-laki maupun perempuan. Persiapkan kondisi rahim yang sehat untuk tumbuh kembang janin. Dan sebagainya.
Selain itu, kesehatan reproduksi pun tidak hanya perkara kesehatan organ reproduksi, tapi juga tentang kesehatan jiwa (psikis). Terutama bagi sang calon ibu.
Pendidikan terbaik bagi anak-anak sesungguhnya adalah ketika anak-anak tersebut berada di dalam rahim ibunya. Kita diberikan pengetahuan modern tentang stimuli janin melalui suara (musik), sentuhan ke perut ibu, dsb untuk merangsang perkembangan janin lebih positif.
Sejatinya itulah proses pendidikan. Ajarkanlah Al Quran ketika anak berada dalam rahim, dengan ibunya membaca Al Quran, ajarkanlah anak tentang kesabaran dengan cara ibunya berusaha menahan marah kepada suaminya ketika sedang “bete”/ badmood saat hamil. Ajaklah anak membaca buku-buku bermutu ketika anak sedang dalam rahim. Itulah pendidikan yang seringkali dilewatkan oleh para pasangan yang tidak mengetahui ilmu pernikahan dengan baik.
Selain itu, perlu diketahui pula mengapa baiknya perempuan lebih baik menikah pada usia yang tepat. Agar sel telur masih dalam kondisi yang paling baik ( sekitar usia 25 -30 ) . Lebih dari usia 35 tahun, sel telur tidak lagi dalam kondisi yang baik bahkan cenderung buruk yang akan berisiko anak lahir cacat/downsyndrome. Dan ada waktunya bagi perempuan akan berhenti memproduksi sel telur. Namun, laki-laki selama dia sehat, dia akan selalu bisa memproduksi sperma. Kondisi ini harus diketahui dan dipahami oleh laki-laki dan perempuan karena memiliki pengaruh pada fisik dan psikis. Saling mengerti dan memahami itu penting, tak terkecuali perkara biologis.
Ilmu kedokteran merinci lebih detil tentang kesehatan reproduksi, tidak ada salahnya bagi pasangan suami istri untuk berkonsultasi dan belajar. Pengetahuan itu tersebar di seluruh bumi, namun hanya orang-orang yang berakal saja yang mampu memahaminya.

SPN #5 : Masalah Dalam Rumah Tangga (bagian 1)

Rumah Tangga itu ibarat kapal, sepanjang perjalanan melintasi lautan itu tentu ada badai, monster naga, cumi-cumi raksasa dan sebagainya yang akan menghadang diperjalanan. Ketika kita telah memutuskan untuk menikah, seketika itu pula kita juga akan “menikahi” masalah baru yang berbeda dengan masalah ketika kita masih lajang.
Rasululloh SAW sendiri sebagai suri tauladan umat manusia, dalam menjalani kehidupan rumah tangganya pun didera masalah. Pernah suatu ketika Aisyah cemburu dengan membanting piring didepan tamu ,atau Rasul yang marah dan mendiamkan istrinya selama 3 hari ( silakan cari cerita dan riwayatnya sendiri ya :3 ). Masalah dalam pernikahan itu sudah dipastikan ada.
Namun, pertanyaannya adalah. Mengapa ada pasangan yang mampu mempertahankan pernikahannya hingga ajal, ada juga yang ala selebriti, 6 bulan nikah kemudian cerai.
Perbedaannya terletak pada daya tahan, daya tahan masing-masing pasangan dalam menghadapi setiap permasalahan rumah tangga.

AKAR MASALAH

Dari sekian banyak sekali sebab masalah, ada satu yang harus kita benar-benar pahami, bahwa syaitan itu tidak akan senang dengan pernikahan dan berusaha untuk menceraikan. Syaitan membisikan masalah dan mengomporinya agar menjadi besar, perkara-perkara sepele diperbesar. Maka kita perlu menjaga diri dengan hati-hati dan selalu ingat, bahwa pernikahan memang akan ada masalah, tapi jangan dibesar-besarkan.
Pernikahan dibenci syaitan karena beberapa hal, diantara hal mendasar adalah pernikahan itu menutup dan memperkecil pintu maksiat. Zina berupa hubungan suami-istri (sex)  dilarang diketika seorang belum nikah, tapi hubungan itu menjadi halal bahkan berpahala ketika sudah menikah, berdua-duaan bukan lagi jadi maksiat, bergandengan tangan bukan lagi perbuatan haram. Pernikahan telah membuat pintu maksiat itu yang sering dilakukan dalam kasus pacaran, menjadi tertutup dan mengecil.
Selain itu, pernikahan itu bernilai separuh agama. Maka sudah tugas syaitan untuk menghancurkan separuh agama tersebut, melalui masalah-masalah dalam pernikahan, apabila tidak bersabar dan keimanan antara keduanya, kata c-e-r-a-i menjadi kata yang amat ringan. Padahal itu adalah sesuatu yang disukai oleh syaitan, dan amat dibenci oleh Allah. Maka hancurlah separuh agama kita, karena kata cerai.

MENIKAHI PERBEDAAN

Salah satu masalah krusial yang seringkali kita tidak paham adalah masalah perbedaan.
Pernikahan bukanlah menikahi persamaan, namun menikahi perbedaan. Perbedaan menyebabkan pasangan itu saling melengkapi. Sebab itulah tujuan pernikahan, menyempurnakan. Jika kita menikah karena sama, lantas apa gunanya pernikahan, tidak menambah kualitas ( added value ) sama sekali.
Dalam pernikahan, kita kan menemui banyak sekali perbedaan. Bahwa sejak awal pernikahan, jenis kelamin telah berbeda, hal ini memberikan petunjuk bahwa baik sifat, perilaku, kekuatan, hak dan kewajiban, dan lain-lain jelas-jelas telah berbeda.
Sebisa mungkin kita selalu berdiskusi, mencari titik temu antara kita dan pasangan atas hal-hal yang dianggap berbeda. Carilah titik kesepakatan, kesepakatan yang menjembatani kedua perbedaan tersebut untuk sama-sama saling melengkapi.
Hilangkanlah sifat kecenderungan untuk terus menyatukan perbedaan tersebut. Jika kamu suka membaca buku, dan pasanganmu lebih suka mendengarkan musik, jangan paksakan kesukaanmu itu kepada pasangan. Biarkanlah perbedaan itu tetap apa adanya, carilah titik temu antara membaca buku dan mendengarkan musik agar kedua perbedaan tersebut saling memahami dan melengkapi.

SPN #5 : Masalah Dalam Rumah Tangga (bagian 2)

Seperti telah diuraikan dalam materi #5 bagian 1, masalah dalam rumah tangga adalah suatu kepastian. Masalah pasti ada. Untuk mengatasinya, ada beberapa kunci dasar yang bisa menjembatani masalah tersebut agar tidak semakin besar.

INTERVENSI PIHAK KETIGA

Yang dimaksud dengan pihak ketiga disini adalah orang tua atau mertua. Sebaiknya setelah menikah, berusahalah untuk tinggal dalam rumah sendiri meski itu menyewa/kontrak. Sebab proses saling mengenal akan lebih dalam ketika kita dan pasangan kita hanya berdua.
Intervensi seringkali terjadi dari orangtua/mertua, hal ini kadang diakibatkan oleh ketidaksiapan dan keterkejutan orang tua ketika menyadari ternyata anaknya telah menjadi milik orang lain (terutama untuk perempuan).
Keinginan orang tua untuk melihat anaknya bahagia kadang muncul dalam bentuk tindakan dan intervensi, meski tinggal di rumah orang tua itu enak/nyaman. Namun, baiknya dalam usia muda pernikahan, tinggalah terpisah dari keduanya. Agar intervensi yang terjadi dari orangtua/mertua bukan dalam bentuk intervensi langsung, namun menjadi nasihat (tidak langsung)
Pasangan muda haruslah belajar saling mengenal dan belajar satu sama lain, proses ini akan lebih berjalan ketika hanya ada dua orang ( kita dan pasangan kita ).

KOMUNIKASI ADALAH KUNCI

Komunikasi dan berbicara itu berbeda, komunikasi bukanlah tentang apa yang ingin disampaikan, tapi tentang apa yang ingin dia mengerti.
Kita harus memahami, bahwa komunikasi tidak hanya dilakukan melalui kata-kata/bicara. Dapat melalui tulisan, tindakan, dan lain-lain. Tidak semua orang mampu berbicara dengan baik, tidak ada salahnya menyampaikan isi hati melalui surat-surat cinta kepada pasangan meski tinggal serumah. Tidak ada salahnya pula mengirimkan bunga terharum dimuka bumi untuk pasangan yang sedang dikantor. Tidak ada salahnya pula berkomunikasi melalui doa, menjadikan Tuhan sebagai perantara pesan.
Komunikasi adalah jembatan paling baik untuk menghadapi masalah, Ketika komunikasi dilakukan, selalu ingat pula jangan posisikan diri kita (laki-laki) sebagai suami,sebagai kepala rumah tangga dan istri kita sebagai yang dipimpin, komunikasi dengan posisi seperti itu justru yang terjadi bukan komunikasi, tapi instruksi/perintah.
Tempatkanlah pasangan kita sejajar dengan kita, jadikan dia sebagai teman dan sahabat, jangan tinggikan diri kita diatas pasangan yang lain. Karena sejatinya seperti dalam bahasan SPN sebelumnya, rumah tangga adalah tempat belajar, masing-masing akan berperan kadang sebagai guru, kadang sebagai murid. Kadang pula keduanya sama-sama menjadi murid yang sedang berdiskusi dan sama-sama mencari guru dari orang lain (ustadz, pengajian, dsb).
Lakukanlah komunikasi yang bersahabat, jika pasangan kita salah, itu adalah ujian kesabaran bagi kita untuk mengingatkannya dengan cara yang ma’ruf dan lemah lembut.

RUANG PERSONAL

Kadang dipahami oleh banyak orang, bahwa setelah pernikahan, ruang personal telah hilang, dua individu melebur menjadi satu. Memang pernikahan menyatukan kedua insan, tapi harus dipahami bahwa kesatuan itu tetap terbentuk oleh dua individu yang berbeda sama sekali.
Ruang personal sejatinya tetap dimiliki oleh masing-masing. Hal ini diwujudkan dalam mahar. Mahar laki-laki kepada istri adalah tanda adanya keberadaan ruang personal bagi pasangan kita, Mahar tersebut adalah hak utuh milik perempuan, tidak boleh digunakan/dicampur/diminta oleh suami bahkan oleh pihak keluarga sekalipun. Harta mahar itu adalah hak penuh seorang istri. Perkara nanti istri memberikan dengan ikhlas kepada suami, itu perkara lain.
Keberadaan ruang personal itu tetap harus kita hargai. Seorang istri kadang membutuhkan waktu pribadinya, waktu dimana ia tidak ingin diganggu oleh suami dan oleh anak-anak. Menikmati waktu untuk memanjakan dan merawat dirinya.
Seorang suami kadang juga ingin menyendiri, memancing ditepi danau atau membaca buku dengan cermat. Ruang-ruang pribadi berupa waktu itu harus kita hargai sebagai sebuah hak masing-masing.
Pernikahan adalah kebersamaan setiap hari. Waktu kebersamaan itu jelas jauh lebih banyak daripada waktu menyendiri.
Kadang ruang personal tidak hanya berwujud waktu, tapi juga berwujud rahasia. Dalam menjaga hubungan pernikahan, kadang ada rahasia yang tidak akan pernah diungkapkan sama sekali oleh pasangan. Kita tidak tahu dan dia tidak ingin memberi tahu, ruang personal seperti itu akan dimiliki oleh setiap orang, Kadang rahasia itu menyangkut masa lalu misalnya.
Pernikahan menyatukan namun tidak menjadikan keduanya melebur sepenuhnya, kelak pertanggungjawaban di negeri akhirat atas perbuatan akan dipertanggungjawabkan masing-masing.
Pernikahan adalah kesatuan di dunia, dan tidak semua orang bisa mempertahankannya kelak di negeri akhirat. Bahkan pasangan/keluarga menjadi musuh di negeri akhirat ( lihat QS. 64:14 ). Maka masing-masing kita harus senantiasa menjadikan pernikahan sebagai jalan kebaikan, menjadikan pasangan kita sebagai teman belajar, berjalan, dan berikhtiar untuk menuju negeri akhirat yang kekal.
Menikahlah untuk di dunia dan akhirat, berusaha dan berdoalah agar pasangan kita saat kelak menjadi pasangan kita di surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Aamiin

 SPN #6 : Fiqih Thaharoh dalam Nikah

Materi yang akan dibahas kali ini adalah thaharoh, khususnya dalam pernikahan. Mengapa thaharoh menjadi sesuatu yang perlu diangkat secara khusus. Sederhananya, seorang suami harus tahu jika istrinya tidak selamanya boleh untuk “didatangi” sebab sedang tidak suci,dan lain-lain.
Thaharoh secara bahasa artinya bersih, secara terminologi artinya bersih lahir-batin,tempat,dan pakaian yang dikenakan. Masalah fiqih thaharah sendiri dapat teman-teman cari dari berbagai sumber, masalah kesucian dalam shalat, memegang al quran, dan lain-lain.
Aktivitas-aktivitas dalam kehidupan berumah tangga terutama menyangkut kegiatan agama seperti beribadah menuntut kesucian, bahkan kita sampai dituntut untuk dalam keadaan suci (berwudhu) sebelum tidur.
Permasalah kebersihan/kesucian ini harus dipahami oleh suami maupun istri. Suami harus tahu kapan istrinya sedang tidak suci (haid). Istri juga harus tahu bahwa dia bisa tetap menemani suaminya buka-sahur puasa sunah meski dirinya tidak puasa.
Sebenarnya tulisan ini bersifat luas, masalah thaharoh juga meliputi banyak hal. Masalah bagaimana cara bersuci, apa saja yang membatalkannya, semuanya bisa dicari dari berbagai referensi.
Menikah adalah salah satu cara menjaga kesucian, kesucian lahir dan batin bagi laki-laki dan perempuan. Dalam menjalani kehidupan pernikahan, semuanya dilakukan dalam keadaan suci, sebab segala bentuk ibadah terutama yang wajib selalu diminta dalam keadaan suci.
Pengetahuan tentang pentingnya thaharoh ini dapat mengantarkan pasangan suami-istri mencapai ibadah yang sempurna. Saling mengingatkan tentang kesucian, saling menyempurnakan. Ibadah dalam pernikahan bernilai jauh lebih besar daripada seseorang yang masih sendiri. Sangat disayangkan apabila ibadah-ibadah tersebut menjadi tidak sempurna/batal hanya karena batalnya kesucian akibat ketidakpahaman.


 SPN #7 : Manajemen Keuangan Rumah Tangga

Dalam mengawali kehidupan rumah tangga, kita sering mendengar pasangan didoakan untuk menjadi keluarga yang sakinah-mawadah-warrahmah, dalam bahasa yang lebih sederhana ketiga hal tersebut adalah “hayatan thayyiban" ( kehidupan yang baik ).
Seperti apakah kehidupan yang baik itu ?
Dalam masyarakat saat ini, kehidupan yang baik dapat diindikatorkan pada religius-sosial-materi-kesehatan, keempat hal tersebut seimbang. Tidak berat salah satu atau kurang salah satu.
Contoh, kita rajin beribadah namun tidak bersosial dengan masyarakat disekitar kita, itu tentu tidak baik. Jika ingat sebuah cerpen dari A.A Navis - Robohnya Surau Kami, cerita disana dapat menjadi gambaran hubungan dengan Allah juga harus diimbangi dengan hubungan kepada sesama manusia.

  MATERI

Materi tidak melulu berkaitan dengan uang, dalam pernikahan, untuk mencapai beberapa keinginan/kebutuhan selalu dibutuhkan adanya materi. Suami diwajibkan mencari nafkah dan menafkahi secara layak keluarganya.
Hidup adalah proses perjalanan, dimana setiap perjalanan selalu ada tujuan. Pernikahan adalah proses perjalanan, dalam kehidupan rumah tangga akan selalu diwarnai dengan cita-cita dan keinginan. Keinginan memiliki rumah, keinginan memiliki kendaraan yang layak, pakaian yang bagus, pendidikan yang paling baik untuk anak-anak, berlibur, dan aneka keinginan lain yang mau tidak mau membutuhkan materi yang cukup banyak.
Perlu adanya kesepahaman dan kesepatakan antara suami dan istri dalam mengatur perekonomian keluarga, hal ini harus dilakukan agar cita-keinginan tersebut dapat diwujudkan bersama-sama.
Suami bekerja mencari nafkah adalah salah satu bentuk kecintaannya kepada istri-anak nya, rasa cinta yang mendorongnya terus bekerja keras demi mewujudkan kebahagian dan rasa nyaman dalam kehidupan rumah tangganya, memenuhi segala kebutuhannya.
Istri dalam banyak fakta adalah pengatur keungan rumah tangga yang dominan, peranan perempuan dalam rumah tangga untuk menjaga kestabilan ekonomi sangat besar. Perempuan disifati dengan sifat cermat, tidak seperti laki-laki yang cenderung ceroboh-tidak teliti.

PENGATURAN PEMASUKAN

Pendapatan baik berupa uang atau wujud lain harus dipastikan bahwa uang tersebut tidak hanya halal, namun juga baik.
Harta suami adalah milik istri, namun harta istri tetaplah milik istri dimana laki-laki tidak boleh menggunakan tanpa seijin istrinnya. Pemasukan yang didapatkan harus diantur cash flow nya agar terencana dengan cermat setiap pengeluaran yang dilakukan dan memastikan pemasukan berasal dari sumber yang jelas. Hal ini untuk menghindari kita dari penggunaan harta yang sia-sia.
Kita harus paham bahwa rejeki itu berasal dari Allah, segala hal yang kita miliki adalah titipan. Jadikanlah harta yang kita miliki ini digunakan untuk mencapai tujuan yang diridhai Allah.
Bagaimana cara kita mengoptimalkan harta yang kita miliki di jalan Allah inilah yang akan menjadi bahasan tersendiri. Dalam kehidupan disaat ini, banyak sekali godaan untuk menggunakan harta tersebut secara sia-sia. Gaya hidup konsumtif dan hedonisme telah menjarah pemahaman kita bahwa harta kita ini sejatinya didalamnya ada hak-hak lain yang harus kita tunaikan. Didalamnya ada hak anak yatim, ada hak Allah pula yang terkandung.
Masalah pendapatan ini sangat rahasia, jika suami seorang pegawai dengan gaji tetap, ada titik terang yang pasti bahwa ada sekiah rupiah yang masuk, namun tetap saja pengaturan Allah tentang rejeki ini sangatlah rahasia. Bahwa setiap makhluk telah dijamin rejekinya melalui berbagai jalan yang tidak terduga.
Kadang pemasukan pun datang dari sumber yang tidak terduga sama sekali,  bentuk yang diperoleh pun tidak sekedar uang, bisa jadi bingkisan kue dari rekan, kado dari tetangga, atau sekedar ajakan makan siang gratis atau bahkan menang kuis berhadiah.

    PEMBELANJAAN HARTA
Dalam membelanjakan harta, suami dan istri harus memiliki kesepakatan dan pemahaman yang sama, bahwa harta adalah titipan, didalamnya terkandung hak-hak lain yang harus ditunaikan, diantaranya hak Allah dan hak orang lain.

    PEMASUKAN
Dalam uraian mengenai pemasukan diatas, telah dipahami bahwa pemasukan haruslah halal dan baik ( halalan thayiban ). Suami khususnya sebagai orang yang wajib menafkahi keluarga harus selektif dalam mencari nafkah, sumber harus halal, caranya juga harus halal. Yang halal pun tidak selamanya baik. Menafkahi keluarga haruslah dari harta yang halal dan baik.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan …. ( QS. 2:168 )
Istri juga harus mengingatkan suami mengenai harta yang masuk, jangan sampai keluarga diberi makan dari sumber yang haram. Harus ada filter halal-haram yang kuat pada diri suami dan istri. Agar dalam keadaan terdesak tidak menggunakan cara haram untuk memenuhi keinginan hawa nafsunya.

PENGELUARAN
Pada urian pengeluaran, kami sajikan urutan prioritas pengeluaran yang harus dipahami dengan benar oleh kita.
PRIORITAS 1 : HAK ALLAH

Dari pemasukan yang kita peroleh, pengeluaran pertama yang harus kita keluarkan adalah Hak Allah. Hak ini berupa ZIS ( Zakat, Infaq, Sedekah ). Ambilah sebagian dari harta tersebut pertama-tama untuk hak Allah. Hal pertama ini harus disepakati oleh suami-istri sejak awal, jika tidak bisa menjadi masalah, dimana salah satu lebih mengutamakan kepentingan keinginan terlebih dulu daripada menunaikan hak Allah ini.
Harta adalah titipan, didalamnya Allah menitipkan haknya pula. Membelanjakan harta dijalan Allah akan lebih banyak manfaat dan pahalanya.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. ( QS. 2:261)

PRIORITAS 2 : HAK ORANG LAIN
Hak orang lain meliputi hutang (apabila memiliki hutang) harus dibayar lebih dulu, gaji asisten rumah tangga/PRT, dan orang lain yang memang harus kita “bayar” dengan harta kita. Bayarkanlah dulu hak mereka.

PRIORITAS 3 : HAK MASA SEKARANG
Barulah setelah 2 hak prioritas sebelumnya telah ditunaikan, prioritas ketiga ini adalah hak saat ini, yakni memenuhi kebutuhan rumah tangga, membeli ini itu untuk keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Membayar tagihan rumah, biaya pendidikan, ongkos bensin, dan lain-lain. Belanjakanlah harta sesuai dengan kebutuhan. Hindari sifat konsumtif, membeli barang-barang yang tidak diperlukan hanya karena keinginan dan hawa nafsu.
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian. (Q.S. 25:67)

PRIORITAS 4 : HAK MASA DEPAN
Hak ini paling akhir, apabila ada kelebihan harta setelah kita memenuhi 3 hak sebelumnya, waktunya harta tersebut ditabungkan untuk perancangan masa depan, dapat pula diinvestasikan dalam bentuk lain seperti sawah, ternak, asuransi syariah, dan lain-lain. Masa depan memang perlu dipesiapkan dan diantisipasi.
Harta yang berlebih itu bisa digunakan untuk cadangan dan jaga-jaga dimasa mendatang.
Demikianlah pembahasan sederhana mengenai pengaturan keuangan dalam rumah tangga, pembahasan diatas dibuat secara garis besar. Sebab pada faktanya, perekonomian masing-masing keluarga berbeda-beda. Tingkat ekonomi yang berbeda-beda, akan tetapi pada dasarnya, pelaksanaannya sama.
Ingatlah bahwa harta adalah titipan, padanya disematkan pula tanggungjawab yang harus kita tunaikan. Sebagai seorang muslim, kita harus menggunakan segala pemberian Allah  ini seoptimal mungkin untuk mencapai kehidupan yang baik. Mencapai tujuan kita tanpa harus melanggar larangan Allah.

Untuk lebih lengkap informasinya bisa berkunjung ke website sang penulis disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar